Twitter Facebook Feed

Bagaimanakah Perasaan Saya?

Banyak orang bilang sama saya, bahwa saya begitu sabar dan tegar mendapat titipan Allah Swt seorang anak dengan penyandang Cerebral Palsy dan Mental Retardation. Wah, jika mereka tahu yang sesungguhnya.......

Mereka tidak tahu, bahwa ketika pertama kali saya menyadari anak saya memiliki kekurangan, ingin rasanya saya sembunyi di suatu tempat dan tidak bisa diketemukan siapapun. Saya menghibur diri, bahwa anak saya tidak apa-apa, bahwa dia hanya terlambat saja perkembangan motoriknya, bahwa dia sebentar lagi pasti “sembuh”. Pertanyaan-pertanyaan seperti : “apa salah saya?”, “bagaimana bisa saya memiliki anak seperti itu?”, “mengapa ini terjadi pada diri saya” hampir tiap malam saya lontarkan pada diri sendiri. Saya sering mencari-cari apakah ada saudara dari kami yang dulu memiliki “penyakit” seperti itu sehingga turun kepada kami. Tetapi ketakutan saya yang paling besar adalah “rasa takut akan disalahkan oleh suami”. Bukankah saya yang mengandung anak itu sembilan bulan sepuluh hari lamanya? Jadi rasanya wajar kalau suami mau menyalahkan saya karena sayalah yang memberi dia nutrisi dan menjaga pertumbuhannya selagi masih berada di dalam kandungan. Sehingga akhirnya saya sering menyalahkan diri sendiri.

Waktu dinyatakan positif hamil, dokter sudah mengambil sampel darah saya untuk diuji kadar toxoplasma dan rubella, virus yang dapat membahayakan janin yang saya kandung dan hasilnya negatif. Masa kehamilan dilewati dengan nyaman saja, bahkan teman-teman menjuluki saya “hamil kebo” saking tidak pernah merasakan gangguan seperti yang biasa terjadi pada ibu-ibu hamil. Rasanya saya sudah melakukan hal yang terbaik buat janin saya. Semakin diingat semakin gak paham mengapa hal itu menimpa pada saya. Dan akhirnya hanya bisa menangis menyalahkan diri sendiri, mencari-cari jawaban atas segala pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati.

Saya menamainya sebagai “masa penyangkalan” . Entah berapa kali saya menitikkan air mata sampai akhirnya sesenggukan. Sering banget ketika suami dan si sulung Bagas sudah terlelap, saya masih menerawang, mengingat-ingat barangkali ada yang terlewatkan, tapi tetap saya tidak menemukan jawaban.

Beruntung suami saya orang yang berbesar hati. Tidak pernah sekalipun dia mengeluarkan umpatan, celaan bahkan pertanyaan-pertanyaan yang saya takutkan akan terucap darinya. Ketika saya sudah mulai bisa berdiskusi tentang keadaan anak kami, dia mengatakan kalimat yang tidak akan bisa saya lupakan. “Bu, sekarang ganti pertanyaan-pertanyaan itu dengan pertanyaan ‘apa yang harus kita lakukan?”, dan “bagaimana caranya?”. 

Tahukah anda, perkataan suami saya di atas ternyata obat ajaib yang mungkin selama ini saya cari. Perasaan lega bahwa dia tidak berkeberatan untuk menerima kondisi Galang apa adanya seperti menghapus semua pertanyaan yang selama ini saya cari jawabannya. Jadi selama ini saya lah yang sakit. Saya lah yang ternyata belum bisa menerima dia apa adanya. Dan memang benar teman, obat yang paling mujarab adalah “menyadari dan menerima dia apa adanya, dan jangan menyalahkan siapa-siapa. Masa ini saya menamainya masa penerimaan.

Setelah itu mulailah kami memeriksakan kondisi Galang ke dokter spesialis endrokologi (hormon), dokter spesialis syaraf anak, dokter spesialis mata. Maka mulailah Galang menjalani berbagai macam pemeriksaan seperti uji darah untuk mengetahui kadar TORCH (TOxoplasma, Rubela, Cytomegalovirus, Herpes), CT Scan kepala, test BERA (pendengaran), EEG (rekam gelombang elektomagnetik otak). Hasil pemeriksaan adalah

- Dia positif terinfeksi virus cytomegalovirus dengan angka yang sangat akut. Virus ini menyerang dia sejak di dalam kandungan, dan jarang sekali ibu-ibu hamil terjangkit virus ini, biasanya virus ini menyerang syaraf otak.
- CT Scan menunjukkan ada cairan di kepala bagian depan
- Test BERA oke (berarti tidak ada masalah dengan pendengarannya)
- EEG : menunjukkan rekam gelombang elektromagnetik otak yang abnormal

Berdasarkan hasil pemeriksaan itu dokter menyatakan anak saya menyandang Cerebral Palsy dan Mental Retardation, dan dengan santainya dia bilang bahwa jika anak ini setelah diterapi bisa melakukan hal-hal yang sangat prinsip seperti makan sendiri, mandi sendiri, begitu saja sudah sangat bagus sekali..... Kata-kata yang sangat menohok ulu hati....., tapi tidak menjadi fikiran saya lagi, karena saya menyadari suami saya akan ikut berjuang dengan saya untuk kebaikan anak saya, yang saya namakan masa titik balik.

si tengah yang ganteng

0 komentar:

Posting Komentar